“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”.

Mazmur 90:12

Sinar-sinar terang surgawi yang terus terpancar menerangi kegelapan pengetahuan anak-anak manusia di bawah kolong langit terus bertambah besar dari waktu ke waktu. Salah satu area yang terdampak adalah mengenai kalender yang digunakan untuk menentukan perintah kudus untuk menyucikan hari-hari raya surgawi, karena sudah menjadi jelas bahwa kalender matahari moderen yang kita pakai, yang sering disebut kalender Masehi adalah sebuah kalender palsu yang di dalamnya mengadopsi nama-nama dewa berhala yang mewakili setiap bulan dan setiap hari dalam bulanan itu. Ya, nama-nama bulan dan nama-nama hari dalam kalender Masehi adalah nama-nama dewa-dewa berhala, yang dengan sendirinya menjadi bukti yang tidak terbantahkan bahwa kalender Masehi adalah kalender berhala.

Pada hari-hari terakhir ini, pada akhir zaman ini, seseorang yang terus bertahan melakukan peribadatan dengan berpatokan pada kalender Masehi, sedang sadar atau tidak sadar melakukan pemberontakan melawan pemerintahan Sorga yang tidak mungkin menggunakan kalender berhala untuk menentukan hari-hari kudus yang sudah ditetapkan di dalam kitab suci.

Namun, bukan berarti persoalan menjadi selesai ketika kita hendak beralih dari kalender berhala ke kalender yang Alkitabiah, karena dalam beberapa titik Alkitab membisu, sehingga seringkali muncul perbedaan penafsiran di antara pada pembacanya, dan salah satu titik itu adalah pada penentuan hari Bulan Baru.

Hari Bulan Baru di dalam Alkitab secara jelas merupakan salah satu hari ibadah penting yang diperintahkan secara langsung untuk dirayakan setiap awal bulan, yaitu pada tanggal 1 bulan itu. Hari Bulan Baru juga memegang peranan yang sangat penting karena keberadaannya akan mempengaruhi kapan Sabat hari Ketujuh akan tiba/jatuh, karena hari kerja pertama pada sebuah bulan yang baru akan dimulai setelah hari Bulan Baru ini, secara otomatis 7 hari setelah hari Bulan Baru ini akan ada Hari Sabat pertama pada bulan itu, yaitu pada tanggal 8 bulan itu, 3 hari Sabat lagi akan menyusul kemudian sebelum bulan berakhir.

Para pemelihara Sabat Lunar pada saat ini masih terpecah dalam hal penentuan kapan hari Bulan Baru tiba; ada yang memulainya dari saat Bulan Purnama, dari saat Bulan Sabit Pertama Yang Terlihat, dan adapula yang dari saat “Fajar Pertama Setelah Konjungsi”, serta masih ada beberapa variasi yang lain.

Sebagai pencari kebenaran yang tulus, kita harus mengikuti dan menerima setiap berkas sinar terang surgawi yang sudah dicurahkan di generasi kita, kita tidak bisa menerima sebagian dan menolak sebagian, kita harus menerima semuanya jika kita ingin dibentuk Sorga menjadi mempelai Yahushua yang sempurna pada saat Dia kembali nanti.

Terang sebagaimana kita ketahui tidak terpancar kepada kita seketika dalam bentuk terang yang sempurna di siang hari yang terik, tetapi terang adalah sebuah proses dari remang-remang fajar yang gelap dan perlahan semakin terang hingga rembang tengah hari di mana terang itu menjadi sempurna. Bahkan demikianlah Alkitab menggambarkan perjalan hidup orang-orang benar di dunia ini, silahkan baca Amsal 4:18.

Jadi sekiranya kita mau dengan hari nurani yang murni dihadapan Sorga mau mengikuti SEMUA prinsip-prinsip kebenaran yang ada di dalam Alkitab yang dipancarkan kepada kita pada hari-hari terakhir sejarah bumi ini, maka niscaya kita akan terhindar dari kebingungan kapan hari Bulan Baru itu tiba.

Adalah hal yang wajar jika ada orang yang bingung dengan kalender Alkitab diawal pengenalannya akan kalender ini karena disepanjang hidup kita yang lalu, kita telah “diatur oleh kalender berhala”.

Untuk mengurai benang kusut cara menentukan hari Bulan Baru, mari kita kembali menyadari bahwa di dalam Kejadian 1:14-18 dengan jelas sudah diungkap bahwa Matahari dan Bulan telah ditetapkan Yahuwah untuk menjadi “tanda penentu” kalender-Nya, itulah alasan kenapa kita menyebut kalender Alkitab dengan nama lain: Kalender Luni-Solar, atau Kalender Bulan-Matahari.

Dari sejak minggu penciptaan, minggu dimana kalender Alkitab ditetapkan, sampai sebelum perbudakan di Mesir, tidak ada persoalan mengenai Kalender ini. Namun setelah Umat Yahuwah dilepaskan dari perbudakan di mana mereka bekerja ratusan tahun di bawah “kalender” Mesir pada saat itu, Kalender Alkitabiah pun dipulihkan kembali, hal ini tercatat dengan baik di dalam Keluaran pasal 12. Bulan pertama diinformasikan kepada mereka, dan juga tidak lupa, aturan 6 hari kerja yang diikuti dengan hari Sabat dalam peristiwa Manna pun ditegaskan kembali.

Ketika dalam peristiwa ini “bulan pertama” ditetapkan tentu kepada mereka diinformasikan juga cara menetukan “hari Bulan Baru”, yang sayangnya itu tidak tercatat untuk kita di dalam Alkitab, sehingga banyak orang yang menggunakan metode yang berbeda untuk menentukan hari Bulan Baru. Secara umum banyak yang mengaitkan hari Bulan Baru pada bulan yang pertama dengan masa panen gandum, karena secara konteks peristiwa Keluaran memang terjadi pada musim semi.

Namun persoalan mengemuka di dunia moderen ketika banyak hal dapat diubah oleh manusia, termasuk pola tanam, cuaca dan lain-lain. Saya sengaja menuliskan 2 hal ini, karena ini akan menjadi pertimbangan kita selanjutnya.

Lalu bagaimanakah sebenarnya hari Bulan Baru ditentukan? Jawabannya biar Alkitab sendiri yang menjawabnya.

Menurut Alkitab, hari-hari, dan bulan yang tersusun dari hari-hari, dan tahun-tahun yang tersusun dari bulan-bulan, ditentukan oleh “tanda penentu” di langit yaitu Matahari dan Bulan. Lalu mengapa kita harus berpatokan penuh kepada musim menuai gandum di Timur Tengah untuk menentukan hari Bulan Baru di Bulan yang pertama? Manusia dapat mengubah pola tanam, mereka dapat mengubah musim panen, jelaslah bahwa memperhatikan tanaman untuk menentukan hari Bulan Baru tidaklah aman untuk saat ini. Sebaliknya Matahari dan Bulan sebagai “tanda penentu”  telah dibuat berada di luar jangkauan pengaturan manusia, sehingga selamanya akan menjadi “saksi yang setia” di awan-awan.

Hari-hari ditentukan oleh “tanda di langit” yaitu matahari dan bulan, untuk mengetahui bagian mana yang disebut “hari” lihatlah kapan matahari memerintah, untuk mengetahui bagian mana yang disebut “malam” lihatlah kapan bulan mulai berkuasa. Jadi hari “berawal” dari munculnya sinar mentari dan berakhir ketika sinar mentari sudah hilang dan sinar bulan mengantikannya. Jadi “hari” sepenuhnya ditentukan oleh BUKAN hanya Matahari tapi oleh “tanda di langit” yang sudah ditetapkan itu: matahari dan bulan!.

Yang penting untuk menjadi perhatian adalah kita melakukan hal ini untuk menentukan hari-hari dan tahun-tahun, namun kita lupa melakukan hal yang sama untuk menentukan bulan-bulan.

Ya, untuk menentukan bulan-bulan kita pun perlu melihat kedua “tanda langit” itu karena demikianlah ketetapannya! Dari mana bulan-bulan terbentuk? Dari hari-hari! Dari mana kita dapat mengetahui hari-hari? Dengan memperhatikan kapan matahari dan kapan bulan berkuasa! Lalu bagaimana mengetahui kapan hari Bulan Baru itu tiba? Dengan memperhatikan kapan matahari dan bulan “bertemu”, dalam istilah astronomi disebut “konjungsi” SETELAH melakukan satu siklus penuhnya (setelah 1 bulan berjalan).

SESAAT setelah kedua “tanda langit” ini konjungsi, pada saat itu siklus bulan yang baru dimulai, ya “sesaat”, karena matahari dan bulan terus menerus bergerak, tidak pernah berhenti, jadi satu detik, bahkan sepersekian detik setelah konjungsi terjadi, siklus bulan yang baru dimulai. Oleh karena itu: Fajar pertama SETELAH konjungsi terjadi itulah hari Bulan Baru yang Alkitabiah!, juga karena sebuah alasan lain: hari Alkitab dimulai saat fajar.

Anda bingung? Itu wajar, dan percayalah bahwa orang Israel pada waktu Keluaran itupun bingung, jangankan mereka saya yakin Musa pun sebagai pimpinan mereka pada saat itu ikut bingung, karena itu dia berdoa:

“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”

Mazmur 90:12

Sebuah penerangan lain diberikan dari sepenggal doa ini; bagaimana hari-hari ditentukan? Bagaimana bulan-bulan yang terdiri dari hari-hari ditentukan? Bagaimana tahun-tahun yang tersusun dari bulan-bulan yang berisi hari-hari ditentukan? DENGAN MENGHITUNG!

Ketika membaca bagaimana Kemah Suci dibangun dengan detil yang “sempurna” saya kagum, bahkan orang-orang khusus diberi “roh hikmat” untuk mengerjakan bagian-bagian dengan detil yang rumit. Luar biasa! Ada hikmat yang ajaib disana! Tetapi ada orang yang meragukan kemampuan mereka untuk menentukan hari bulan baru melalui perhitungan, dan berasumsi bahwa orang Israel hanya berpatokan pada ladang gandum.

Tanpa diragukan doa “abdi berhati paling lembut” yang bertatap “muka dengan muka” dengan Sang Pencipta itu dijawab, kepada mereka diajarkan cara menghitung hari-hari, bulan-bulan dan tahun-tahun.

Lalu mengapa ada sahabat yang “sedikit” mengabaikan perhitungan dalam menentukan hari Bulan Baru dan lebih berpatokan pada “hilal” yang nampak? Karena mereka melakukan dua hal dasar ini:

  1. Hanya memperhatikan bulan dalam menentukan hari bulan baru, mereka “mengabaikan” 1 “tanda langit” lain dalam hal ini.
  2. Tidak menyadari dan atau menolak fakta bahwa sesaat setelah konjungsi, siklus bulan baru sudah dimulai, terlepas dari apakah kita dapat melihat “bulan sabit kecil” atau tidak.

Adalah fakta tak terbantah bahwa sesaat setelah konjungsi antara bulan dan matahari terjadi, pada saat itu juga siklus bulan yang baru sudah dimulai, yang walaupun pada saat itu juga “bulan sabit kecil” mustahil untuk dilihat dengan mata telanjang.

Dengan hanya berpatokan pada penglihatan “hilal” atau “bulan sabit kecil” yang dapat terlihat, seseorang telah mengutamakan keterbatasan penglihatan pada saat cuaca buruk dan memberi ruang pada dunia moderen untuk menutupi sebuah hari yang sangat penting melalui teknik modifikasi cuaca. Seperti kita ketahui dunia moderen sanggup membuat awan dan hujan buatan, sanggup mempengaruhi cuaca dengan peralatan super canggih.

Namun perlu digaris bawahi bahwa, sebuah hari tidak dapat menjadi bagian dari bulan yang lama dan sekaligus menjadi bagian dari bulan yang baru. Prinsip Alkitab sudah sangat jelas untuk memisahkan yang lama dari yang baru dan untuk menempatkan barang lama di “kantong” yang lama dan barang yang baru di “kantong” yang baru. Karena itu Hari Bulan Baru selalu merupakan Fajar pertama setelah konjungsi antara bulan dan matahari terjadi.

Penjelasan yang sama juga berlaku untuk “menjawab” mereka yang memulai bulan dari bulan sabit terakhir yang terlihat diakhir siklus.

Dengan ini saya tidak menyatakan bahwa kemudian kita selanjutnya akan mengabaikan pengamatan mata sama sekali, sekali lagi tidak, tetapi sistem perhitungan akan dapat didukung langsung melalui pengamatan.

Dengan teknik perhitungan segitiga yang sederhana, kita dapat mengetahui hal ini beberapa hari sebelum bulan konjungsi, yang dengan teknik moderen dapat kita ketahui jauh lebih cepat dari itu.

Lalu bagaimana dengan sahabat yang memulai hari bulan baru pada saat bulan purnama? Sudah jelas kita tahu bersama itu bersumber dari kurang akuratnya terjemahan dalam Mazmur 81. Tetapi terlepas dari itu, mereka yang memulai bulan baru dari purnama, jika ingin konsisten pada kedua “tanda langit” itu, maka mereka harus pula memulai hari mereka pada jam 12 siang! Ya jika awal bulan adalah purnama, dipuncak terang bulan, maka awal hari juga haruslah di mulai pada jam 12 siang, dipuncak terang siang! Mereka yang mempercayai bulan baru dimulai saat purnama juga percaya bahwa waktu dimulai dari jam 00.00 tengah malam. Namun keyakinan-keyakinan ini jelas bertentangan dengan 3 kebenaran penting berikut ini:

  1. Hari Alkitab berawal saat Fajar
  2. Hari Alkitab “hanya” 12 jam.
  3. Terang dipisahkan dari gelap, yang dilakukan melalui waktu “transisi” di fajar dan petang.

Bulanan Alkitab dibentuk dari perpaduan kedua “tanda langit” yang sudah ditetapkan yaitu matahari dan bulan, dilakukan melalui perhitungan dari zaman dulu dan dibuktikan melalui pengamatan sepanjang waktu, bulanan Alkitab bersiklus dengan rata-rata 29,5 hari karena itu bulanan Alkitab kadang terdiri dari 29 hari dan kadang 30 hari. Adanya kelompok Imam seperti Sanhendrin menjadi tanda lain betapa perhitungan ini begitu krusial, hal ini pun menjadi jawaban bagi mereka yang mengatakan bahwa bulanan Alkitab rata 30 hari. Seandainya bulanan Alkitab selalu 30 hari maka kelompok para Imam yang bertugas untuk pengumuman hari-hari raya termasuk hari bulan baru tidak perlu ada. Waktu yang sudah “tetap 30 hari” tidak lagi memerlukan perhitungan dan pengamatan apa-apa, dan hal ini jelas bertentangan dengan fakta-fakta Alkitab.

Terang terus bersinar, maukah kita menerima semuanya atau mengabaikan sebagian daripadanya? Pencari kebenaran yang tulus akan mengikuti terang kemanapun itu menuntun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *